Ini adalah fotoku dan Akane di kuil Nikko (sebelum kejadian):
Anyway. Hari ini aku sengaja melewatkan kelas, untuk pergi ke kuil shinto terdekat. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kulakukan, karena Akane menolak untuk pergi. Aku sudah merasa mual di dalam rumah , dan melihat hal-hal bergerak keluar dari sudut mataku. Itu semua terjadi di sekelilingku. Tadi malam, jam 3 pagi aku terbangun oleh suara langkah kaki (seperti biasa), tapi setelah suara itu berhenti, sesuatu mulai menggaruk pintu. Kedengarannya seperti seseorang menggores kuku mereka ke kayu. Aku meringkuk di bawah selimut dan melemparkan garam di bahuku.
Ketika aku bangun di pagi hari, ada simbol: 死 (kematian) di pintu yang tampak seperti darah. Aku cepat-cepat menyeka tulisan itu sebelum seseorang menyadarinya, dan aku sadar bahwa pintu Akane itu ditandai juga, jadi aku membangunkan dia dan menunjukkan tulisan itu padanya.
Dia memberiku setengah senyuman aneh, dan mengatakan kepadaku,
"Jadi itu sudah dimulai." Aku begitu terkejut aku melakukan apa-apa selain menatapnya. Saat itu, aku melihat luka irisan yg cukup besar di pergelangan tangannya.
"Akane, apa kau terluka?"
Dia menyentakkan lengannya.
"TINGGALKAN KAMI SENDIRI."
Suaranya tidak terdengar seperti miliknya, terdengar seperti terpisah dari badan, dan aku bersumpah matanya (yang tidak tertutup oleh penambal luka) berubah menjadi hitam. Aku tidak bertanya apa yang dia maksud dengan 'kami', aku hanya membiarkan dia pergi begitu saja kembali ke dalam kamarnya. Aku membersihkan darah dari pintunya. Aku kemudian mengetuk pintu dan bertanya apakah dia ingin pergi ke kuil hari ini. Meskipun kemarin ia telah berencana pergi, hari ini dia bilang tidak, dan masuk ke kamarnya lagi.
Aku pergi ke kuil, dan aku mendapat petunjuk dari beberapa siswi yang lewat ( meskipun mereka menatapku sebagai orang asing ). Semakin dekat aku sampai ke kuil, aku semakin merasa sakit. Kepalaku mulai berdebar, perutku mulai sakit. Itu terasa menyiksa. Tapi untuk beberapa alasan, aku terus berjalan. Akhirnya ketika aku melewati gerbang torii, aku muntah di tanah dan langsung pingsan.
Ketika aku bangun, delapan jam telah berlalu, begitu menurut pendeta kuil. Dia mengatakan bahwa aku telah dikutuk oleh sesuatu yang kuat. Aku memberitahunya tentang permainan itu, dan dia menggeleng.
"Itu terlalu berbahaya. Baru-baru ini, ada gadis-gadis lain, dari SMA Kasukabe, yang juga datang kesini. Kau tidak boleh memainkan permainan itu."
Dia berhenti sejenak.
"Ritual ini pada dasarnya menjelaskan bahwa jika roh itu menemukanmu (dalam permainan), maka mereka bisa memiliki tubuhmu, sebagai tubuh mereka yang baru."
Dia berhenti lagi untuk memikirkan semua itu.
"Kau tidak kerasukan. Tapi kau dikutuk, dan hawa yang tidak murni tidak akan membiarkan kau masuk ke dalam kuil."
Dia bilang dia telah menghabiskan berjam-jam berdoa dan membersihkan jiwaku, tapi proses itu telah mengambil waktu yang sangat lama. Dia memberiku jimat khusus, dan mengatakan kepadaku untuk menggantung jimat-jimat itu di sisi lain dari pintu kamarku, untuk mencegah hawa jahat apapun masuk.
Setelah berterima kasih, aku bersiap untuk pulang. Aku merasa seperti ada beban berat yang diangkat dari pundakku (secara harfiah), oleh orang ini, dan dia bilang aku sangat beruntung. Aku hanya punya kuas dengan kutukan, tapi karena saya tidak dirasuki, itu berarti beban itu telah jatuh ke Akane.
Aku sekarang yakin bahwa ia telah dirasuki. Ketika ia "ditemukan" dan ditikam, tubuhnya menjadi tuan rumah untuk "Erina". Ketika ia membuka pintu di pagi hari, garis garam yang awalnya ada sekarang tidak ada lagi, dan dupa menyembul dari tempat sampahnya.
Ketika aku pulang satu jam yang lalu, meskipun masih jam 19.00, tidak ada seorang pun di sana kecuali Akane. Ada catatan di atas meja, dalam bahasa Inggris.
"Kepada Sarah
Bayi Erina sakit dan sekarang ada di rumah sakit. Jangan khawatir. (ayah dan ibu) Pergi untuk membantu.
Love
Mom and Dad"
Bayi Erina. Akane menamai boneka itu Erina, dan menusuknya. Satu komentator menyebutkan voodoo, 'well'... Bayi Erina, sepupu baru Akane, ada di rumah sakit. Pintu kamar Akane tertutup, lampunya mati.
Dia tidak menjawab meskipun aku mengetuk pintu, hanya untuk memeriksa...
Aku pergi di balkon, mencoba untuk mengintip ke kamarnya untuk melihat apakah dia baik-baik saja, tapi tirainya ditutup, kecuali satu mata, mengintip ke arahku.
Aku berlari kembali ke kamarku secepat mungkin, menutup pintu, menaruh garam di mana-mana, bahkan di luar pintuku, memegang jimat dan mulai membakar dupa. Aku sudah berhenti melihat hal-hal bergerak, tapi sekarang aku takut pada Akane. Sebagian dari diriku ingin memanggil program studyku dan berpindah keluarga angkat, tapi bagian dari diriku merasa buruk (tidak enak) untuk melakukan hal ini kepada mereka. Aku merasa mempunyai kewajiban untuk tinggal sampai masalah ini selesai, tapi aku tidak tahu apa yang harus kulakukan pada titik ini.
prev next
0 Response to "Korban hitori kakurenbo (petak umpet hantu) part2"
Post a Comment